This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

STIKES MATARAM

STIKES MATARAM

Minggu, 18 November 2012

Lekore dan Kandidiasis





Definisi
Lekore adalah suatu gejala yang sering ditemukan dalam kasus-kasus kebidanan, terdapat kurang lebih sepertiga dari penderita ginekologik mengeluh keputihan dan pada wanita hamil angka tersebut mencapai 50 – 70 %.

Lekore (Fluor albus, keputihan) adalah cairan yang keluar pervaginam secara berlebihan selain darah yang membasahi vestibulum dan vagina dan memberikan keluhan subjektif pada penderita (Purnawan Junadi, 684).

Etiologi
Lekore fisiologis dapat terjadi karena kehamilan, premenstrual, pasca menstruasi, pasca partum, ovulasi dan pasca coitus. Sedangkan lekore patologis dapat disebabkan oleh radang, iritasi/ benda asing atau adanya proses keganasan.

Diagnostik
Diagnosis etiologik lekore harus berdasar pada:
1.         Anamnesis: apakah keputihan yang terjadi itu terus menerus atau kadang-kadang, apakah ada hubungannya dengan fase-fase haid, bagaimana sifat lekorenya, apakah lendir, berwarna keputihan atau kekuningan. Bagaimana sekret vagina apakah banyak, sedikit. Apakah menimbulkan rasa gatal yang hebat.
2.         Pemeriksaan umum seperlunya (disesuaikan dengan keluhan dari penderita).
3.         Pemeriksaan ginekologik.
Pemeriksaan ini harus dikerjakan secara sistematik, dimulai dengan inspeksi vulva (apakah ada tanda bekas garukan, apakah vulva basah), palpasi kelenjar bartholini dan kelenjar skene, selanjutnya dilanjutkan dengan pemeriksaan yang menggunakan spekulum untuk melihat serviks, pemeriksaan ini sangat penting karena sebagian besar dari lekore berasal dari serviks.
Pada akhirnya dilakukan pemeriksan bimanual untuk menetukan posisi dan besarnya uterus dan keadaan parametrium, malposisi dapat menyebabkan bendungan vena sehingga menyebabkan hipersekresi kelenjar endoserviks.
4.         Pemeriksaan laboratorik
Lakukan pemeriksaan sediaan basah untuk menentukan adanya Trichomoniasis Vaginalis dan Candida Albicans. Lakukan pulasan gram atau pap smear pulasan ini untuk menentukan gonoroe dan bakteri lain.
Lekore Fisiologik
Sejumlah sekret mukoid dari kelenjar endoserviks selalu ada dalam vagina yang berfungsi dalam mempertahankan kelembaban vagina. Sekret ini tampak bening jika baru keluar dari serviks dan kemudian menjadi agak keruh karena mengandung sedikit lekosit dan flora vagina yang sebagian besar terdiri dari basil doderline. Asam laktat menyebabkan pH vagina rendah dan keasaman ini menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur. Proliferasi epitel, pH vagina dan sekresi kelnjar endoserviks vagina bergantung pada kadar estrogen dalam darah. Pada wanita yang baru lahir epitel vaginanya lebih tebal, pH rendah dan ada sekresi mukoid dari kelenjar endoserviks karena estrogen berasal dari ibu. Setelah bayi berumur 1 bulan dan selama masa kanak-kanak epitel vagina menjadi tipis. Menjelang menarche kadar estrogen mengalami peningkatan, sehingga epitel vagina menjadi tebal lagi, pH rendah dan vagina menjadi lebih basah. Selama masa reproduksi sekret vagina juga berubah-ubah menurut kadar estrogen dan progestron. Perubahan tersebut adalah sebagai berikut:
Pada fase pasca menstruasi sedikit
Pada fase proliferatif, makin lama makin banyak
Pada fase ovulasi paling banyak
Pada fase pasca ovulasi, makin lama makin sedikit
Pada fase premenstruasi dapat bertambah banyak lagi
Pada fase menopause epitel vagina menjadi tipis, pH meningkat dan vagina menjadi lebih kering, terdapat variasi individual, yaitu ada yang mengeluarkan sekret lebih banyak atau sedikit.
Stimulasi seksual baik fisik maupun emosional dapat menyebabkan sekresi bertambah. Dalam kehamilan kadar hormon tinggi sehingga menyebabkan hipersekresi kelenjar endoserviks.

Pentalaksanaan
Pada keadaan yang fisiologis, keputihan tersebut tidak perlu diberikan pengobatan.
Bila ibu merasa cemas berikan penjelasan tentang proses terjadinya keputihan dan juga dapat diberikan sedatif.

Lekore Patologik
Dapat timbul karena:
1.         Radang yang disebabkan oleh: trikomoniasis, kandidiasis, gonore, vaginitis senilis, endoservitis akut atau kronis, vaginitis hemofilus vaginalis.
2.         Iritasi benda asing yang dapat disebabkan oleh iritasi khemis/ iritasi vagina (vaginal jelly), adanya benda asing (tampon, pesarium atau IUD).
3.         Tumor yang dapat berupa tumor jinak, seperti polip, mioma uteri, kista atau dapat berupa tumor ganas (kanker serviks).

Kandidiasis
Gambaran klinik yang mungkin didapatkan:
Penderita mengeluhkan kemaluan sangat gatal, kdang-kadang sukar tidur dan terdapat banyak bekas garukan. Sekresi seperti susu kental dan warna putih kekuningan sekret tidak berbau. Seringkali terdapat disuri yang khas yaitu suami yang mengeluh preputium atau glans penisnya gatal sekali pada pemeriksaan hapusan terlihat jamur. Seringkali ditemukan adanya faktor predisposisi seperti Diabetes Melitus, pemakaian antibiotika yang lama, defisiensi vitamin, pemakaian hormon kortikosterid dan kontrasepsi oral.

Penatalaksanaan
1.         Kendalikan atau hilang faktor predisposisinya.
2.         Berikan gentian violet 1 % kemudian usapkan ke seluruh bagian vagina.
3.         Berikan antibiotik (Mikostatin 3 x 1 tablet selama 10 hari).
4.         Secara lokal berikan 1 tablet vaginal Mikostatin/ Mikonazol selama 10 hari.


DAFTAR PUSTAKA

Junadi, Purnawan, 1982, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedoteran Universitas Airlangga.

Price, Sylvia Anderson, Wilson Lorraine Mc Carty. 1994. Patofisiologi Proses Penyakit Edisi 4. Alih bahasa Peter Anugrah. Jakarta: EGC.

Suparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit Kedokteran.

ASUHAN PERSALINAN NORMAL


ASUHAN PERSALINAN NORMAL

A.   Pendahuluan
Komplikasi obstetri yang menyebabkan tingginya kasus kesakitan dan kematian ibu di banyak negara berkembang, yaitu :
1.    Perdarahan pasca persalinan
2.    Eklampsia
3.    Sepsis
4.    Keguguran
5.    Hipotermia

1.    Komplikasi obstetri yang menyebabkan tingginya kasus kesakitan dan kematian neonatus, yaitu:
a.    Hipotermia
b.    Asfiksia
2.    Fokus asuhan kesehatan ibu selama 2 dasawarsa terakhir, yaitu :
a.    Keluarga berencana
b.    Asuhan antenatal terfokus
c.    Asuhan pasca keguguran
d.    Persalinan yang bersih dan aman serta pencegahan komplikasi
e.    Penatalaksanaan komplikasi
3.    Asuhan antenatal terfokus bertujuan :
a.    Mempersiapkan kelahiran
b.    Mengetahui tanda-tanda bahaya
c.    Memastikan kesiapan menghadapi komplikasi kehamilan
4.    Fokus utama asuhan persalinan normal
Telah mengalami pergeseran paradigma. Dulu fokus utamanya adalah menunggu dan menangani komplikasi namun sekarang fokus utamanya adalah mencegah terjadinya komplikasi selama persalinan dan setelah bayi lahir sehingga akan mengurangi kesakitan dan kematian ibu serta bayi baru lahir.
Contoh pergeseran paradigma asuhan persalinan normal, yaitu :
a.    Mencegah perdarahan pasca persalinan yang disebabkan oleh atoni uteri.
b.    Menjadikan laserasi / episiotomi sebagai tindakan tidak rutin.
c.    Mencegah terjadinya retensio plasenta.
d.    Mencegah partus lama.
e.    Mencegah asfiksia bayi baru lahir.
5.    Upaya preventif terhadap perdarahan pasca persalinan berupa :
a.    Manipulasi seminimal mungkin.
b.    Penatalaksanaan aktif kala III.
c.    Mengamati dan melihat kontraksi uterus pasca persalinan.
6.    Pencegahan retensio plasenta dengan cara mempercepat proses separasi dan melahirkan plasenta dengan memberikan uterotonika segera setelah bayi lahir dan melakukan penegangan tali pusat terkendali. Upaya ini disebut juga penatalaksanaan aktif kala III.
7.    Upaya mencegah partus lama berupa :
a.    Menggunakan partograf untuk memantau kondisi ibu dan janinnya serta kemajuan proses persalinan.
b.    Mengharapkan dukungan suami dan kerabat ibu.
8.    Upaya mencegah asfiksia bayi baru lahir secara berurutan, yaitu :
a.    Membersihkan mulut dan jalan napas sesaat setelah ekspulsi kepala.
b.    Menghisap lendir secara benar.
c.    Segera mengeringkan dan menghangatkan tubuh bayi.

9.    Tujuan asuhan persalinan normal yaitu mengupayakan kelangsungan hidup dan mencapai derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya melalui berbagai upaya yang terintegrasi dan lengkap serta intervensi minimal sehingga prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat optimal.
10. Praktek-praktek pencegahan pada asuhan persalinan normal meliputi :
a.    Mencegah infeksi secara konsisten dan sistematis.
b.    Memberikan asuhan rutin dan pemantauan selama persalinan dan setelah bayi lahir, termasuk penggunaan partograf.
c.    Memberikan asuhan sayang ibu secara rutin selama persalinan, pasca persalinan dan nifas.
d.    Menyiapkan rujukan ibu bersalin atau bayinya.
e.    Menghindari tindakan-tindakan berlebihan atau berbahaya.
f.     Penatalaksanaan aktif kala III secara rutin.
g.    Mengasuh bayi baru lahir.
h.    Memberikan asuhan dan pemantauan ibu dan bayinya.
i.      Mengajarkan ibu dan keluarganya untuk mengenali secara dini bahaya yang mungkin terjadi selama masa nifas pada ibu dan bayinya.
j.      Mendokumentasikan semua asuhan yang telah diberikan.

B.   Ada 5 Dasar Asuhan Persalinan Yang Bersih Dan Aman, yaitu :
1.    Membuat keputusan klinik
2.    Asuhan sayang ibu dan sayang bayi
3.    Pencegahan infeksi
4.    Pencatatan (rekam medis)
5.    Rujukan

C.   Membuat Keputusan Klinik
1.    Membuat keputusan klinik adalah proses pemecahan masalah yang akan digunakan untuk merencanakan arahan bagi ibu dan bayi baru lahir.
2.    Ada 4 langkah proses pengambilan keputusan klinik, yaitu :
a.    Pengumpulan data
b.    Data subjektif
c.    Data objektif
d.    Diagnosis
e.    Penatalaksanaan asuhan atau perawatan
f.     Membuat rencana
g.    Melaksanakan rencana
h.    Evaluasi
3.    Pengumpulan Data
Penolong persalinan mengumpulkan data subjektif dan data objektif dari klien. Data subjektif adalah informasi yang diceritakan ibu tentang apa yang dirasakan, apa yang sedang dialami dan apa yang telah dialami, termasuk informasi tambahan dari anggota keluarga tentang status ibu. Data objektif adalah informasi yang dikumpulkan berdasarkan pemeriksaan / pengantar terhadap ibu atau bayi baru lahir.
Cara mengumpulkan data, yaitu :
a.    Berbicara dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang kondisi ibu dan riwayat perjalanan penyakit.
b.    Mengamati tingkah laku ibu apakah terlihat sehat atau sakit, nyaman atau terganggu (kesakitan).
c.    Melakukan pemeriksaan fisik.
d.    Melakukan pemeriksaan tambahan lainnya bila perlu, misalnya pemeriksaan laboratorium.
4.    Diagnosis
Membuat diagnosa secara tepat dan cepat setelah data dikumpulkan dan dianalisa. Pencarian dan pengumpulan data untuk diagnosis merupakan proses sirkuler (melingkar) yang berlangsung secara terus-menerus bukan proses linier (berada pada satu garis lurus).

Diagnosis terdiri atas diagnosis kerja dan diagnosis defenitif. Diagnosis kerja diuji dan dipertegas atau dikaji ulang berdasarkan pengamatan dan temuan yang diperoleh secara terus-menerus. Setelah dihasilkan diagnosis defenitif barulah bidan dapat merencanakan penataksanaan kasus secara tepat.
Untuk membuat diagnosa :
a.    Pastikan bahwa data-data yang ada dapat mendukung diagnosa.
b.    Mengantisipasi masalah atau penyulit yang mungkin terjadi setelah diagnosis defenitif dibuat.
c.    Memperhatikan kemungkinan sejumlah diagnosa banding atau diagnosa ganda.
5.    Penatalaksanaan Asuhan atau Perawatan
Rencana penatalaksanaan asuhan dan perawatan disusun setelah data terkumpul dan diagnosis defenitif ditegakkan. Setelah membuat rencana asuhan, laksanakan rencana tersebut tepat waktu dan mengacu pada keselamatan klien.
Pilihan intervensi efektif dipengaruhi oleh :
a.    Bukti-bukti klinik
b.    Keinginan dan kepercayaan ibu
c.    Tempat dan waktu asuhan
d.    Perlengkapan, bahan dan obat-obatan yang tersedia
e.    Biaya yang diperlukan
f.     Tingkat keterampilan dan pengalaman penolong persalinan
g.    Akses , transportasi, dan jarak ke tempat rujukan
h.    Sistem dan sumber daya yang mendukung ibu (suami, anggota keluarga, sahabat).
6.    Evaluasi
Penatalaksanaan yang telah dikerjakan harus dievaluasi untuk menilai tingkat efektivitasnya. Tentukan apakah perlu dikaji ulang atau diteruskan sesuai dengan kebutuhan saat itu atau kemajuan pengobatan.
Jadi proses pengumpulan data, membuat diagnosa, penatalaksanaan intervensi atau tindakan dan evaluasi merupakan proses sirkuler (melingkar) yang saling berhubungan.

D.   Asuhan Sayang Ibu dan Bayi

1.    Asuhan sayang ibu adalah asuhan dengan prinsip saling menghargai budaya, kepercayaan dan keinginan sang ibu. Salah satu prinsip dasarnya adalah mengikutsertakan suami dan keluarga selama proses persalinan dan kelahiran bayi. Perhatian dan dukungan kepada ibu selama proses persalinan akan mendapatkan rasa aman dan keluaran yang lebih baik. Juga mengurangi jumlah persalinan dengan tindakan (ekstraksi vakum, cunam dan seksio sesar) dan persalinan akan berlangsung lebih cepat.
2.    Asuhan sayang ibu dalam proses persalinan :
a.    Memanggil ibu sesuai namanya, menghargai dan memperlakukannya sesuai martabatnya.
b.    Menjelaskan asuhan dan perawatan yang akan diberikan pada ibu sebelum memulai asuhan tersebut.
c.    Menjelaskan proses persalinan kepada ibu dan keluarganya.
d.    Mengajurkan ibu untuk bertanya dan membicarakan rasa takut atau kuatir.
e.    Mendengarkan dan menanggapi pertanyaan dan kekhawatiran ibu.
f.     Memberikan dukungan, membesarkan hatinya dan menenteramkan perasaan ibu beserta anggota keluarga yang lain.
g.    Menganjurkan ibu untuk ditemani suaminya dan/atau anggota keluarga yang lain selama persalinan dan kelahiran bayinya.
h.    Mengajarkan suami dan anggota keluarga mengenai cara memperhatikan dan mendukung ibu selama persalinan dan kelahiran bayinya.
i.      Melakukan pencegahan infeksi yang baik secara konsisten.
j.      Menghargai privasi ibu.
k.    Menganjurkan ibu untuk mencoba berbagai posisi selama persalinan dan kelahiran bayi.
l.      Menganjurkan ibu untuk minum cairan dan makan makanan ringan bila ia menginginkannya.
m.   Menghargai dan membolehkan praktek-praktek tradisional yang tidak memberi pengaruh yang merugikan.
n.    Menghindari tindakan berlebihan dan mungkin membahayakan (episiotomi, pencukuran, dan klisma).
o.    Menganjurkan ibu untuk memeluk bayinya segera setelah lahir.
p.    Membantu memulai pemberian ASI dalam 1 jam pertama setelah kelahiran bayi.
q.    Menyiapkan rencana rujukan (bila perlu).
r.     Mempersiapkan persalinan dan kelahiran bayi dengan baik, bahan-bahan, perlengkapan dan obat-obatan yang diperlukan. Siap melakukan resusitasi bayi baru lahir pada setiap kelahiran bayi.
3.    Asuhan sayang ibu pada masa post partum :
a.    Menganjurkan ibu untuk selalu berdekatan dengan bayinya (rawat gabung).
b.    Membantu ibu untuk mulai membiasakan menyusui dan menganjurkan pemberian ASI sesuai permintaan.
c.    Mengajarkan ibu dan keluarganya mengenai nutrisi dan istirahat yang cukup setelah melahirkan.
d.    Menganjurkan suami dan anggota keluarganya untuk memeluk bayi dan mensyukuri kelahiran bayinya.
e.    Mengajarkan ibu dang anggota-anggota keluarganya tentang bahaya dan tanda-tanda bahaya yang dapat diamati dan anjurkan mereka untuk mencari pertolongan jika terdapat masalah atau kekhawatiran.
4.    Pencatatan Rekam Medik
Catat semua asuhan yang telah diberikan kepada ibu dan/atau bayinya. Jika asuhan tidak dicatat, dapat dianggap tidak pernah melakukan asuhan tersebut. Pencatatan adalah bagian penting dari proses membuat keputusan klinik karena memungkinkan penolong persalinan untuk terus-menerus memperhatikan asuhan yang diberikan selama proses persalinan dan kelahiran bayi. Mengkaji ulang catatan memungkinkan untuk menganalisa data yang telah dikumpulkan dan dapat lebih efektif dalam merumuskan suatu diagnosa serta membuat rencana asuhan atau perawatan bagi ibu dan bayinya. Partograf merupakan bagian terpenting dari proses pencatatan selama persalinan.
Pencatatan rutin adalah penting karena :
a.    Dapat digunakan sebagai alat bantu untuk membuat keputusan klinik dan mengevaluasi apakah asuhan atau perawatan sudah sesuai dan efektif, untuk mengidentifikasi kesenjangan pada asuhan yang diberikan dan untuk membuat perubahan dan peningkatan rencana asuhan atau perawatan.
b.    Dapat digunakan sebagai tolok ukur keberhasilan dalam proses membuat keputusan klinik, sedangkan sebagai metode keperawatan, informasi ini harus dapat diberikan atau diteruskan kepada tenaga kesehatan lainnya.
c.    Merupakan catatan permanen tentang asuhan, perawatan dan obat yang diberikan.
d.    Dapat dibagikan diantara para penolong kelahiran. Hal ini penting jika memerlukan rujukan dimana lebih dari satu penolong kelahiran memberikan asuhan pada ibu dan bayi baru lahir.
e.    Dapat mempermudah kelangsungan asuhan dari satu kunjungan ke kunjungan berikutnya, dari satu penolong persalinan kepada penolong persalinan lain atau dari seorang penolong persalinan ke fasilitas kesehatan lainnya. Melalui pencatatan rutin, penolong persalinan mendapatkan informasi yang relevan dari setiap ibu atau bayi baru lahir yang diasuhnya.
f.     Dapat digunakan untuk penelitian atau studi kasus.
g.    Diperlukan untuk memberi masukan data statistik sebagai catatan nasional dan daerah, termasuk catatan kematian dan kesakitan ibu / bayi baru lahir.
5.    Aspek-aspek penting dalam pencatatan :
a.    Tanggal dan waktu asuhan tersebut diberikan
b.    Identifikasi penolong persalinan
c.    Paraf atau tandatangan (dari penolong persalinan) pada semua catatan
d.    Mencakup informasi yang berkaitan secara tepat,dicatat dengan jelas dan dapat dibaca
e.    Ketersediaan sistem penyimpanan catatan atau data pasien
f.     Kerahasiaan dokumen-dokumen medis

Ibu harus diberikan salinan catatan medik (catatan klinik antenatal, dokumen-dokumen rujukan, dll) beserta panduan yang jelas mengenai :
a.    Maksud dari dokumen-dokumen tersebut
b.    Kapan harus dibawa
c.    Kepada siapa harus diberikan

d.    Bagaimana cara penyimpanan yang aman di rrumah atau selama perjalanan ke tempat rujukan.
6.    Rujukan
Meskipun sebagian besar ibu menjalani persalinan normal namun sekitar 10-15 % diantaranya akan mengalami masalah selama proses persalinan dan kelahiran sehingga perlu dirujuk ke fasilitas kesehatan rujukan. Sangatlah sulit menduga kapan penyulit akan terjadi sehingga kesiapan merujuk ibu dan/atau bayinya ke fasilitas kesehatan rujukan secara optimal dan tepat waktu jika penyulit terjadi. Setiap tenaga penolong / fasilitas pelayanan harus mengetahui lokasi fasilitas tujukan terdekat yang mampu melayani kegawatdaruratan obstetri dan bayi baru lahir, seperti :
a.    Pembedahan termasuk bedah sesar.
b.    Transfusi darah.
c.    Persalinan menggunakan ekstraksi vakum daan cunam.
d.    Antibiotik IV.
e.    Resusitasi bayi baru lahir dan asuhan lannjutan bagi bayi baru lahir.

Informasi tentang pelayanan yang tersedia di tempat rujukan, ketersediaan pelayanan purna waktu, biaya pelayanan dan waktu serta jarak yang ditempuh ke tempat rujukan merupakan hal penting yang harus diketahui oleh klien dan penolong persalinan. Jika terjadi penyulit, upaya rujukan melalui alur yang tepat dan waktu yang singkat. Jika ibu dan bayi baru lahir mengalami penyulit dan dirujuk ke tempat yang tidak sesuai, mereka akan kehilangan banyak waktu yang berharga dan kesempatan terbaik untuk menyelamatkan jika mereka.
Pada saat kunjungan antenatal, jelaskan bahwa petugas kesehatan, klien dan suami akan selalu berupaya untuk mendapatkan pertolongan terbaik, termasuk kemungkinan rujukan setiap ibu hamil apabila terjadi penyulit. Pada saat terjadi penyulit seringkali tidak cukup waktu untuk membuat rencana rujukan sehingga keterlambatan dalam membuat keputusan dapat membahayakan jiwa klien. Anjurkan ibu untuk membahas rujukan dan membuat rencana rujukan bersama suami dan keluarganya serta tawarkan untuk berbicara dengan suami dan keluarganya untuk menjelaskan antisipasi rencana rujukan.
Masukkan persiapan-persiapan dan informasi berikut ke dalam rencana rujukan :
a.    Siapa yang akan menemani ibu dan bayi barru lahir.
b.    Tempat-tempat rujukan mana yang lebih dissukai ibu dan keluarga. (Jika ada lebih dari satu kemungkinan tempat rujukan, pilih tempat rujukan yang paling sesuai berdasarkan jenis asuhan yang diperlukan).
c.    Sarana transportasi yang akan digunakan ddan siapa yang akan mengenderainya. Ingat bahwa transportasi harus tersedia segera, baik siang maupun malam.
d.    Orang yang ditunjuk menjadi donor darah, jika transpusi darah diperlukan.
e.    Uang yang disisihkan untuk asuhan medis, transportasi, obat-obatan dan bahan-bahan.
f.     Siapa yang akan tinggal dan menemani anakk-anak yang lain pada saat ibu tidak di rumah.

Kaji ulang tentang keperluan dan tujuan upaya rujukan pada ibu dan keluarganya. Kesempatan ini harus dilakukan selama ibu melakukan kunjungan asuhan antenatal atau pada saat awal persalinan, jika memungkinkan. Jika ibu belum membuat rencana selama kehamilannya, penting untuk mendiskusikan rencana rujukan dengan ibu dan keluarganya pada saat-saat awal persalinan. Jika kemudian timbul masalah pada saat persalinan dan rencana rujukan belum dibicarakan maka seringkali sulit untuk membuat persiapan-persiapan dengan cepat. Rujukan tepat waktu merupakan unggulan asuhan sayang ibu dalam mendukung keselamatan ibu.

Hal-hal yang penting dalam mempersiapkan rujukan untuk ibu :
1.    Bidan
2.    Alat
3.    Keluarga
4.    Surat
5.    Obat
6.    Kendaraan
7.    Uang

Bidan

Pastikan bahwa ibu dan/atau bayi baru lahir didampingi oleh penolong persalinan yang kompoten dan memiliki kemampuan untuk menatalaksana kegawatdaruratan obstetri dan bayi baru lahir untuk dibawa ke fasilitas rujukan.
Alat

Bawa perlengkapan dan bahan-bahan untuk asuhan persalinan, masa nifas dan bayi baru lahir (tabung suntik, selang IV, dll) bersama ibu ke tempat rujukan. Perlengkapan dan bahan-bahan tersebut mungkin diperlukan jika ibu melahirkan sedang dalam perjalanan.
Keluarga

Beritahu ibu dan keluarga mengenai kondisi terakhir ibu dan/atau bayi dan mengapa ibu dan/atau bayi perlu dirujuk. Jelaskan pada mereka alasan dan keperluan upaya rujukan tersebut. Suami atau anggota keluarga yang lain harus menemani ibu dan/atau bayi baru lahir ke tempat rujukan.
Surat

Berikan surat ke tempat rujukan. Surat ini harus memberikan identifikasi mengenai ibu dan/atau bayi baru lahir, cantumkan alasan rujukan dan uraikan hasil pemeriksaan, asuhan atau obat-obatan yang diterima ibu dan/atau bayi baru lahir. Lampirkan partograf kemajuan persalinan ibu pada saat rujukan.
Obat

Bawa obat-obatan esensial pada saat mengantar ibu ke tempat rujukan. Obat-obatan mungkin akan diperlukan selama perjalanan.
Kendaraan

Siapkan kendaraan yang paling memungkinkan untuk merujuk ibu dalam kondisi yang cukup nyaman. Selain itu pastikan bahwa kondisi kendaraan itu cukup baik untuk mencapai tempat rujukan dalam waktu yang tepat.
Uang

Ingatkan pada keluarga agar membawa uang dalam jumlah yang cukup untuk membeli obat-obatan yang diperlukan dan bahan-bahan kesehatan lain yang diperlukan selama ibu dan/atau bayi baru lahir tinggal di fasilitas rujukan.
Ditulis pada Maret 14, 2009
Sumber :
Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi (JNPK-KR). Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal. Jakarta : JNPK-KR, Maternal & Neonatal Care, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002



APN 58 LANGKAH
Untuk melakukan asuhan persalinan normal (APN) dirumuskan 58 langkah asuhan persalinan normal sebagai berikut:
1. Mendengar & Melihat Adanya Tanda Persalinan Kala Dua.
2. Memastikan kelengkapan alat pertolongan persalinan termasuk mematahkan ampul oksitosin & memasukan alat suntik sekali pakai 2½ ml ke dalam wadah partus set.
3. Memakai celemek plastik.
4. Memastikan lengan tidak memakai perhiasan, mencuci tangan dgn sabun & air mengalir.
5. Menggunakan sarung tangan DTT pada tangan kanan yg akan digunakan untuk pemeriksaan dalam.
6. Mengambil alat suntik dengan tangan yang bersarung tangan, isi dengan oksitosin dan letakan kembali kedalam wadah partus set.
7. Membersihkan vulva dan perineum dengan kapas basah dengan gerakan vulva ke perineum.
8. Melakukan pemeriksaan dalam - pastikan pembukaan sudah lengkap dan selaput ketuban sudah pecah.
9. Mencelupkan tangan kanan yang bersarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, membuka sarung tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5%.
10. Memeriksa denyut jantung janin setelah kontraksi uterus selesai – pastikan DJJ dalam batas normal (120 – 160 x/menit).
11. Memberi tahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik, meminta ibu untuk meneran saat ada his apabila ibu sudah merasa ingin meneran.
12. Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran (Pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan ia merasa nyaman.
13. Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk meneran.
14. Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
15. Meletakan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5 – 6 cm.
16. Meletakan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah bokong ibu
17. Membuka tutup partus set dan memperhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan
18. Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.
19. Saat kepala janin terlihat pada vulva dengan diameter 5 - 6 cm, memasang handuk bersih
untuk menderingkan janin pada perut ibu.
20. Memeriksa adanya lilitan tali pusat pada leher janin
21. Menunggu hingga kepala janin selesai melakukan putaran paksi luar secara spontan.
22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental. Menganjurkan
kepada ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakan kepala kearah bawah dan distal hingga bahu depan muncul dibawah arkus pubis dan kemudian gerakan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.
23. Setelah bahu lahir, geser tangan bawah kearah perineum ibu untuk menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang tangan dan siku sebelah atas.
24. Setelah badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri punggung kearah bokong dan tungkai bawah janin untuk memegang tungkai bawah (selipkan ari telinjuk tangan kiri diantara kedua lutut janin)
25. Melakukan penilaian selintas :
a. Apakah bayi menangi kuat dan atau bernapas tanpa kesulitan?
b. Apakah bayi bergerak aktif ?
26. Mengeringkan tubuh bayi nulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan handuk/kain yang kering. Membiarkan bayi atas perut ibu.
27. Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus.
28. Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitasin agar uterus berkontraksi baik.
29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit IM (intramaskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikan oksitosin).
30. Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat pada 2 cm distal dari klem pertama.
31. Dengan satu tangan. Pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut bayi), dan lakukan pengguntingan tali pusat diantara 2 klem tersebut.
32. Mengikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian melingkarkan kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya.
33. Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan memasang topi di kepala bayi.
34. Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 -10 cm dari vulva
35. Meletakan satu tangan diatas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis, untuk mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.
36. Setelah uterus berkontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan, sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati kearah doroskrainal. Jika plasenta tidak lahir setelah 30 – 40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan mengulangi prosedur.
37. melakukan penegangan dan dorongan dorsokranial hingga plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian kearah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso-kranial).
38. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-hati. Bila perlu (terasa ada tahanan), pegang plasenta dengan kedua tangan dan lakukan putaran searah untuk membantu pengeluaran plasenta dan mencegah robeknya selaput ketuban.
39. Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus uteri dengan menggosok fundus uteri secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras)
40. Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta dengan tangan kanan untuk memastikan bahwa seluruh kotiledon dan selaput ketuban sudah lahir lengkap, dan masukan kedalam kantong plastik yang tersedia.
41. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Melakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan.
42. Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam.
43. Membiarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam.
44. Setelah satu jam, lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri tetes mata antibiotik profilaksis, dan vitamin K1 1 mg intramaskuler di paha kiri anterolateral.
45. Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi Hepatitis B di paha kanan anterolateral.
46. Melanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam.
47. Mengajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.
48. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
49. Memeriksakan nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan.
50. Memeriksa kembali bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas dengan baik.
51. Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah di dekontaminasi.
52. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
53. Membersihkan ibu dengan menggunakan air DDT. Membersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai memakai pakaian bersih dan kering.
54. Memastikan ibu merasa nyaman dan beritahu keluarga untuk membantu apabila ibu ingin minum.
55. Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin 0,5%.
56. Membersihkan sarung tangan di dalam larutan klorin 0,5% melepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5%
57. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
58. Melengkapi partograf.
Ditulis pada Maret 14, 2009
Sumber :
Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi (JNPK-KR). Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal. Jakarta : JNPK-KR, Maternal & Neonatal Care, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002




FISIOLOGI PROSES PERSALINAN NORMAL



PERSALINAN / PARTUS
Adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup, dari dalam uterus melalui vagina atau jalan lain ke dunia luar.
Partus normal / partus biasa

Bayi lahir melalui vagina dengan letak belakang kepala / ubun-ubun kecil, tanpa memakai alat / pertolongan istimewa, serta tidak melukai ibu maupun bayi (kecuali episiotomi), berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam.
Partus abnormal

Bayi lahir melalui vagina dengan bantuan tindakan atau alat seperti versi / ekstraksi, cunam, vakum, dekapitasi, embriotomi dan sebagainya, atau lahir per abdominam dengan sectio cesarea.
Beberapa istilah

Gravida : wanita yang sedang hamil

Para : wanita pernah melahirkan bayi yang dapat hidup (viable)

In partu : wanita yang sedang berada dalam proses persalinan
SEBAB TERJADINYA PROSES PERSALINAN
1. Penurunan fungsi plasenta : kadar progesteron dan estrogen menurun mendadak, nutrisi janin dari plasenta berkurang.

(pada diagram, dari Lancet, kok estrogen meningkat ?)

2. Tekanan pada ganglion servikale dari pleksus Frankenhauser, menjadi stimulasi (pacemaker) bagi kontraksi otot polos uterus.

3. Iskemia otot-otot uterus karena pengaruh hormonal dan beban, semakin merangsang terjadinya kontraksi.

4. Peningkatan beban / stress pada maternal maupun fetal dan peningkatan estrogen mengakibatkan peningkatan aktifitas kortison, prostaglandin, oksitosin, menjadi pencetus rangsangan untuk proses persalinan (DIAGRAM)
PERSALINAN DITENTUKAN OLEH 3 FAKTOR “P” UTAMA
Power

His (kontraksi ritmis otot polos uterus), kekuatan mengejan ibu, keadaan kardiovaskular respirasi metabolik ibu.

Passage

Keadaan jalan lahir

Passanger

Keadaan janin (letak, presentasi, ukuran/berat janin, ada/tidak kelainan anatomik mayor)

(++ faktor2 “P” lainnya : psychology, physician, position)

Dengan adanya keseimbangan / kesesuaian antara faktor-faktor “P” tersebut, persalinan normal diharapkan dapat berlangsung.
PEMBAGIAN FASE / KALA PERSALINAN

Kala 1

Pematangan dan pembukaan serviks sampai lengkap (kala pembukaan)

Kala 2

Pengeluaran bayi (kala pengeluaran)

Kala 3

Pengeluaran plasenta (kala uri)

Kala 4

Masa 1 jam setelah partus, terutama untuk observasi
HIS
His adalah gelombang kontraksi ritmis otot polos dinding uterus yang dimulai dari daerah fundus uteri di mana tuba falopii memasuki dinding uterus, awal gelombang tersebut didapat dari ‘pacemaker’ yang terdapat di dinding uterus daerah tersebut.
Resultante efek gaya kontraksi tersebut dalam keadaan normal mengarah ke daerah lokus minoris yaitu daerah kanalis servikalis (jalan laihir) yang membuka, untuk mendorong isi uterus ke luar.
Terjadinya his, akibat :

1. kerja hormon oksitosin

2. regangan dinding uterus oleh isi konsepsi 3

3. rangsangan terhadap pleksus saraf Frankenhauser yang tertekan massa konsepsi.
His yang baik dan ideal meliputi :

1. kontraksi simultan simetris di seluruh uterus

2. kekuatan terbesar (dominasi) di daerah fundus

3. terdapat periode relaksasi di antara dua periode kontraksi.

4. terdapat retraksi otot-otot korpus uteri setiap sesudah his

5. serviks uteri yang banyak mengandung kolagen dan kurang mengandung serabut otot,akan tertarik ke atas oleh retraksi otot-otot korpus, kemudian terbuka secara pasif dan mendatar (cervical effacement). Ostium uteri eksternum dan internum pun akan terbuka.
Nyeri persalinan pada waktu his dipengaruhi berbagai faktor :

1. iskemia dinding korpus uteri yang menjadi stimulasi serabut saraf di pleksus hipogastrikus diteruskan ke sistem saraf pusat menjadi sensasi nyeri.

2. peregangan vagina, jaringan lunak dalam rongga panggul dan peritoneum, menjadi rangsang nyeri.

3. keadaan mental pasien (pasien bersalin sering ketakutan, cemas/ anxietas, atau eksitasi).

4. prostaglandin meningkat sebagai respons terhadap stress

Pengukuran kontraksi uterus

1. amplitudo : intensitas kontraksi otot polos : bagian pertama peningkatan agak cepat, bagian kedua penurunan agak lambat.

2. frekuensi : jumlah his dalam waktu tertentu (biasanya per 10 menit).

3. satuan his : unit Montevide (intensitas tekanan / mmHg terhadap frekuensi).
Sifat his pada berbagai fase persalinan

Kala 1 awal (fase laten)

Timbul tiap 10 menit dengan amplitudo 40 mmHg, lama 20-30 detik. Serviks terbuka sampai 3 cm. Frekuensi dan amplitudo terus meningkat.

Kala 1 lanjut (fase aktif) sampai kala 1 akhir

Terjadi peningkatan rasa nyeri, amplitudo makin kuat sampai 60 mmHg, frekuensi 2-4 kali / 10 menit, lama 60-90 detik. Serviks terbuka sampai lengkap (+10cm).

Kala 2

Amplitudo 60 mmHg, frekuensi 3-4 kali / 10 menit. Refleks mengejan terjadi juga akibat stimulasi dari tekanan bagian terbawah janin (pada persalinan normal yaitu kepala) yang menekan anus dan rektum. Tambahan tenaga meneran dari ibu, dengan kontraksi otot-otot dinding abdomen dan diafragma, berusaha untuk mengeluarkan bayi.

Kala 3

Amplitudo 60-80 mmHg, frekuensi kontraksi berkurang, aktifitas uterus menurun. Plasenta dapat lepas spontan dari aktifitas uterus ini, namun dapat juga tetap menempel (retensio) dan memerlukan tindakan aktif (manual aid).
PERSALINAN KALA 1 :
FASE PEMATANGAN / PEMBUKAAN SERVIKS
DIMULAI pada waktu serviks membuka karena his : kontraksi uterus yang teratur, makin lama, makin kuat, makin sering, makin terasa nyeri, disertai pengeluaran darah-lendir yang tidak lebih banyak daripada darah haid.

BERAKHIR pada waktu pembukaan serviks telah lengkap (pada periksa dalam, bibir porsio serviks tidak dapat diraba lagi). Selaput ketuban biasanya pecah spontan pada saat akhir kala I.
Fase laten : pembukaan sampai mencapai 3 cm, berlangsung sekitar 8 jam.

Fase aktif : pembukaan dari 3 cm sampai lengkap (+ 10 cm), berlangsung sekitar 6 jam.
Fase aktif terbagi atas :

1. fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sampai 4 cm.

2. fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm sampai 9 cm.

3. fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sampai lengkap (+ 10 cm).
Peristiwa penting pada persalinan kala 1
1. keluar lendir / darah (bloody show) akibat terlepasnya sumbat mukus (mucous plug) yang selama kehamilan menumpuk di kanalis servikalis, akibat terbukanya vaskular kapiler serviks, dan akibat pergeseran antara selaput ketuban dengan dinding dalam uterus.

2. ostium uteri internum dan eksternum terbuka sehingga serviks menipis dan mendatar.

3. selaput ketuban pecah spontan (beberapa kepustakaan menyebutkan ketuban pecah dini jika terjadi pengeluaran cairan ketuban sebelum pembukaan 5 cm).

Pematangan dan pembukaan serviks (cervical effacement) pada primigravida berbeda dengan pada multipara :

1. pada primigravida terjadi penipisan serviks lebih dahulu sebelum terjadi pembukaan - pada multipara serviks telah lunak akibat persalinan sebelumnya, sehingga langsung terjadi proses penipisan dan pembukaan

2. pada primigravida, ostium internum membuka lebih dulu daripada ostium eksternum (inspekulo ostium tampak berbentuk seperti lingkaran kecil di tengah) - pada multipara, ostium internum dan eksternum membuka bersamaan (inspekulo ostium tampak berbentuk seperti garis lebar)

3. periode kala 1 pada primigravida lebih lama (+ 20 jam) dibandingkan multipara (+14 jam) karena pematangan dan pelunakan serviks pada fase laten pasien primigravida memerlukan waktu lebih lama.
PERSALINAN KALA 2 :
FASE PENGELUARAN BAYI
DIMULAI pada saat pembukaan serviks telah lengkap.

BERAKHIR pada saat bayi telah lahir lengkap.

His menjadi lebih kuat, lebih sering, lebih lama, sangat kuat.

Selaput ketuban mungkin juga baru pecah spontan pada awal kala 2.
Peristiwa penting pada persalinan kala 2
1. Bagian terbawah janin (pada persalinan normal : kepala) turun sampai dasar panggul.

2. Ibu timbul perasaan / refleks ingin mengejan yang makin berat.

3. Perineum meregang dan anus membuka (hemoroid fisiologik)

4. Kepala dilahirkan lebih dulu, dengan suboksiput di bawah simfisis (simfisis pubis sebagai sumbu putar / hipomoklion), selanjutnya dilahirkan badan dan anggota badan.

5. Kemungkinan diperlukan pemotongan jaringan perineum untuk memperbesar jalan lahir (episiotomi).
Lama kala 2 pada primigravida + 1.5 jam, multipara + 0.5 jam.


Gerakan utama pengeluaran janin pada persalinan dengan letak belakang kepala:
1. Kepala masuk pintu atas panggul : sumbu kepala janin dapat tegak lurus dengan pintu atas panggul (sinklitismus) atau miring / membentuk sudut dengan pintu atas panggul (asinklitismus anterior / posterior).

2. Kepala turun ke dalam rongga panggul, akibat : 1) tekanan langsung dari his dari daerah fundus ke arah daerah bokong, 2) tekanan dari cairan amnion, 3) kontraksi otot dinding perut dan diafragma (mengejan), dan 4) badan janin terjadi ekstensi dan menegang.

3. Fleksi : kepala janin fleksi, dagu menempel ke toraks, posisi kepala berubah dari diameter oksipito-frontalis (puncak kepala) menjadi diameter suboksipito-bregmatikus (belakang kepala).

4. Rotasi interna (putaran paksi dalam) : selalu disertai turunnya kepala, putaran ubun-ubun kecil ke arah depan (ke bawah simfisis pubis), membawa kepala melewati distansia interspinarum dengan diameter biparietalis.

5. Ekstensi : setelah kepala mencapai vulva, terjadi ekstensi setelah oksiput melewati bawah simfisis pubis bagian posterior. Lahir berturut-turut : oksiput, bregma, dahi, hidung, mulut, dagu.

6. Rotasi eksterna (putaran paksi luar) : kepala berputar kembali sesuai dengan sumbu rotasi tubuh, bahu masuk pintu atas panggul dengan posisi anteroposterior sampai di bawah simfisis, kemudian dilahirkan bahu depan dan bahu belakang.

7. Ekspulsi : setelah bahu lahir, bagian tubuh lainnya akan dikeluarkan dengan mudah. Selanjutnya lahir badan (toraks,abdomen) dan lengan, pinggul / trokanter depan dan belakang, tungkai dan kaki.
PERSALINAN KALA 3 :
FASE PENGELUARAN PLASENTA
DIMULAI pada saat bayi telah lahir lengkap.

BERAKHIR dengan lahirnya plasenta.

Kelahiran plasenta : lepasnya plasenta dari insersi pada dinding uterus, serta pengeluaran plasenta dari kavum uteri.

Lepasnya plasenta dari insersinya : mungkin dari sentral (Schultze) ditandai dengan perdarahan baru, atau dari tepi / marginal (Matthews-Duncan) jika tidak disertai perdarahan, atau mungkin juga serempak sentral dan marginal.

Pelepasan plasenta terjadi karena perlekatan plasenta di dinding uterus adalah bersifat adhesi, sehingga pada saat kontraksi mudah lepas dan berdarah.

Pada keadaan normal, kontraksi uterus bertambah keras, fundus setinggi sekitar / di atas pusat.

Plasenta lepas spontan 5-15 menit setelah bayi lahir.

(jika lepasnya plasenta terjadi sebelum bayi lahir, disebut solusio/abruptio placentae - keadaan gawat darurat obstetrik !!).
KALA 4 :
OBSERVASI PASCAPERSALINAN
Sampai dengan 1 jam postpartum, dilakukan observasi.
7 pokok penting yang harus diperhatikan pada kala 4 :

1) kontraksi uterus harus baik,

2) tidak ada perdarahan pervaginam atau dari alat genital lain,

3) plasenta dan selaput ketuban harus sudah lahir lengkap,

4) kandung kencing harus kosong,

5) luka-luka di perineum harus dirawat dan tidak ada hematoma,

6) resume keadaan umum bayi, dan

7) resume keadaan umum ibu.
Sumber :
Fisiologi Proses Persalinan Normal

Kuliah Obstetri Ginekologi

dr. Nugroho Kampono / dr. H. Endy M. Moegni
Ditulis pada Maret 14, 2009